Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wakil Bupati Kepulauan Meranti, Asmar, untuk diperiksa terkait kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti, Riau. Asmar diperiksa penyidik dalam kapasitasnya sebagai saksi.
"Pemeriksaan saksi atas nama Asmar, Wakil Bupati Kepulauan. Meranti," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (29/5).
Ali mengatakan, pemeriksaan Asmar sebagai saksi dilakukan hari ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Saat ini, Asmar tengah menjalani pemeriksaan di hadapan penyidik.
"Saksi Asmar sudah datang. Saat ini masih diperiksa sebagai saksi," ujar Ali.
Selain Asmar, penyidik juga memanggil tujuh orang saksi lainnya. Sehingga, total ada delapan saksi yang dipanggil hari ini untuk diperiksa terkait perkara dugaan korupsi di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Ketujuh saksi lainnya adalah pegawai negeri sipil (PNS), yakni atas nama Irmansyah, Sumarno, Wan Masrad, Khaidir , Hilman, Khairudin, dan Naldo Jauhari Pratama.
Ali belum menguraikan lebih lanjut tentang keterangan yang bakal digali dalam pemeriksaan. Namun, keterangan para saksi diperlukan untuk melengkapi berkas perkara dalam kasus tersebut.
KPK telah menetapkan tiga tersangka pada perkara ini, yaitu Bupati Meranti nonaktif, Muhammad Adil; Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih; dan pemeriksa muda BPK Perwakilan Riau, M. Fahmi Aressa.
Mereka terjerat tiga dugaan korupsi, yakni pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022-2023 dan dugaan korupsi penerimaan fee jasa travel umroh.
Kemudian, dugaan korupsi pemberian suap pengkondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Atas perbuatannya sebagai penerima suap, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti itu disangkakan melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sebagai pemberi suap, Adil disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Fitria Nengsih dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Fahmi Aressa disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Terkini, KPK telah mencegah 10 orang untuk kebutuhan penyidikan kasus tersebut. Delapan di antaranya merupakan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"KPK mengajukan cegah untuk tetap berada di wilayah Indonesia terhadap 10 orang. Delapan orang di antaranya pegawai BPK Perwakilan Riau dan dua orang swasta," kata Ali melalui keterangan tertulis pada 15 Mei 2023 lalu.
Ali menuturkan, pencegahan dilakukan sejak 10 Mei 2023. Masa larangan bepergian ke luar negeri itu dapat diperpanjang sesuai kebutuhan proses penyidik dalam penanganan perkara tersebut.